Selasa, 01 September 2015

Kabupaten Lumajang


wedang angsle khas Lumajang
Saat musim hujan seperti ini enaknya menghirup minuman hangat dan manis. Seperti wedang khas Jawa Timur ini.Angsle, wedang yang terbuat dari santan, gula, ketan, kacang hijau dan roti ini memang benar-benar mantap jika disajikan saat suasana dingin. Rasanya yang tidak terlalu manis dan tidak berat, ditambah lagi dengan rasa rotinya yang lembut membuat beberapa orang menggemarinya. Lumajang khususnya, menempatkan angsle sebagai makanan yang banyak digemari oleh berbagai kalangan, Dari usia muda hingga tua.

Di beberapa tempat jajanan di Lumajang, banyak ditemui penjual angsle dengan citarasa yang berbeda. Misalnya angsle dengan tambahan Petulo dan jahe di dalamnya atau angsle dengan tambahan buah nangka misalnya, tapi ada pula angsle original (konon angsle hanya memakai vanili dan santan tanpa jahe di dalamnya) yang peminatnya tak kalah banyak dengan angsle bercitarasa lainnya. Seperti di LSS (Lesehan Stadion Semeru), salah satu pusat kuliner di Lumajang yang bertempat tepat di depan Taman makam pahlawan, tepatnya di salah stand sebelah utara.
Di tempat ini angsle dibandrol dengan harga yang relatif murah, 3.500/ porsi. Dengan hanya merogoh kocek sedikit Anda sudah bisa menikmati angsle original yang rasanya bikin kangen. Stand ini dibuka mulai jam 18.30 wib sampai 22.00 wib. Bagi yang merasa tidak kenyang hanya dengan memakan angsle, jangan khawatir di sana juga menyediakan Rujak dan Tahu campur yang rasanya dijamin tidak mengecewakan. Hayyukk..siapa yang mau coba?

Pada bulan April 2010 yang lalu kami ( Cahaya Baru Shooting ) mendapat kontak dari H. Ghofar ( Pemilik CV Manfaat Record Lumajang )  untuk membuat rekaman tentang salah satu kesenian asli Lumajang yaitu kesenian Glipang. Saya yang memang bukan asli Lumajang, dan baru pertama kali ini mendengar nama kesenian ini, tanpa ba..bi..bu.. langsung menerima tawaran tersebut.
Baru sekarang aku posting karena dulu  memang masih belum punya blog dan  postingan ini untuk menjawab penantian dari teman - teman facebook yang bergabung dalam group " Semangat 10.000 facebooker melestarikan kesenian Glipang Lumajang " yang di kelola oleh Mama Iin ( Nyonya Martho,S.Pd ). Kaset  CD sudah beredar di Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo bahkan sampai ke Madura. Dalam album tersebut kesenian Glipang Lumajang di kemas menjadi 6 Tarian
1. Remo Terbang Glipang
2. Rudad Terbang Glipang
3. Terbang Glipang Ngarak
4. Loro Pangkon Terbang Glipang
5. Tari Koncar Terbang Glipang
6. Gebyar Terbang Glipang




KEBIASAAN MASYARAKAT ROWOKANGKUNG-LUMAJANG DENGAN KETERKAITAN SISTEM BUDAYA DAN SOSIAL

Kita mengetahui bahwa sistem sosial dan sistem budaya merupakan suatu bentuk satu kesatuan yang erat, dan tidak dapat terpisahkan, oleh karenanya sistem-sistem ini merupakan wadah dari pencerminan masyarakat. Masyarakat sendiri tidak dapat terpisahkan dari apa yang namanya sistem sosial budaya, karena pada hakekatnya masyarakat lahir juga karena adanya suatu sistem sosial budaya, dan juga masyarakat belum dikatakan sebagai masyarakat jika masyarakat tersebut tidak mempunyai suatu sistem, baik sistem sosial maupun sistem budaya.
sistem sendiri adalah suatu bentuk dari berbagai komponen yang membentuk suatu keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Di Indonesia sendiri tidak lepas dari yang namanya sistem kebudayaan, dan sosial, karena di Negara kita tercinta ini sosial budaya kita sangatlah beragam, mulai dari sabang sampai diujung timur sendiri adalah merauke, Negara kita mempunyai banyak sekali kebudayaan-kebudayaan serta sistem-sistem sosial yang ada. Sistem sosial merupakan sistem yang ada pada masyarakat tentang tingkah laku individu satu dengan individu yang lainnya, dan juga sistem social merupakan sistem yang sangat kompleks yang ada dimasyarakat karena pada dasarnya sistem sosial membentuk adanya sistem budaya, karena tingkah laku tersebut dilakukan dengan cara terus-menerus sampai diturunkan ke anak cucu, sehingga tingkah laku itu akan menjadi budaya tersendiri bagi masyarakat yang bersangkutan.
Disini saya mencoba untuk mengkaitkan antara system sosial dan sistem budaya di wilayah pedesaan secara umum, dan secara khusus untuk wilayah tempat tinggal saya.

sistem sosial dan sistem budaya, bila dikaitkan sangatlah erat hubungannya, karena dimana sistem sosial memelihara sistem budaya, dan juga sistem budaya ber-abstraksi dengan sistem sosial, dan sistem sosial ber-konkritisasi dengan sistem budaya, begitu seterusnya, ini merupakan siklus dari apa yang dinamakan keterkaitan antara sistem sosial dan sistem budaya. Sistem budaya dan sistem sosial ini tidak dapat dipisahkan dalam membicarakan suatu sistem di masyarakat. Dan jika salah satu sistem dihilanghkan, maka yang namanya kebudayaan tidak akan muncul.

Saya akan memberikan contoh satu persatu yang cukup konkret dalam kaitan antara sistem sosial dan sistem budaya di dalam masyarakat pedesaan, khususnya di daerah saya sendiri yaitu desa Rowokangkung kabupaten Lumajang, disana memang tidak ada kebudayaan khusus, namun ada berbagai kebudayaan yang turun temurun. Saya akan mencontohkan pengajian. Di Indonesia sebagaian besar berpenduduk muslim. Dalam kesehariannya, mudah sekali ditemui kegiatan masyarakat berupa pengajian, yang kemudian dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan. Pengajian seringkali didapat pada kumpulan masyarakat di kota ataupun desa seperti di perumahan, desa, bahkan di kantor. Bentuk pengajian ini didasari akan kebutuhan masyarakat berupa kebutuhan rohani dan batin, walaupun tidak ada bentuk timbal balikyang diterima berupa imbalan, gaji, ataupun sekedar dalam bentuk materi secara nyata, ternyata acara ini cukup diminati dan dihadiri oleh pesertanya. Pengajian sendiri adalah bentuk kebudayaan dari masyarakat Indonesia, khususnya untuk masyarakat tradisional, dan pengajian sendiri terjadi atas dasar motivasi dari individu satu, dan akhirnya direspon oleh individu lain, sehingga awal dari pengajian ini adalah hasil pemikiran individual, dan menjadi sistem personal, dan sistem personal ini sering kali dikaitkan dengan sistem sosial, karena keduanya berkaitan dengan manusia sebagai mahluk sosial, dengan tingkah laku personal atau tingkah laku pribadi manusia ini dapat merangsang individu lain mengikutinya, dengan berjalannya waktu. Akhirnya terbentuklah pengajian sebagai bentuk sosial yang pada mulanya merupakan sistem personal, dan sekarang menjadi sistem sosial karena  pengajian muncul akibat dari adanya tata hubungan yang kompleks antar manusia satu dengan manusia lainnya, pengajian terus mengalami dinamika-dinamika secara berkesinambungan seiring dengan berkembangnya suatu masyarakat, namun pada dewasa ini, pengajian kebanyakan dilakukan di desa-desa, dan di kota sendiri sudah jarang masyarakat yang melakukan kebiasaan ini.
Kita kembali pada pokok bahasan yaitu untuk memberikan contoh tentang adanya sistem sosial dan sistem budaya tepatnya didaerah pedesaan, dan saya mengambil sample dari daerah saya sendiri. Di daerah saya tepatnya di Rowokangkung kabupaten Lumajang, disana kebiasaan untuk mengadakan acara pengajian masih sangat rutin. Terlebih lagi pengajian tersebut diadakan setiap seminggu sekali, yaitu pada hari kamis, hal ini merupakan kebiasaan masyarakat sekitar dan sudah menjadi system social, dengan adanya pengajian yang sudah menjadi system social ini, lama kelamaan akan terwujud suatu kebudayaan baru yaitu pengajian tersebut. Hal ini juga merupakan sebuah proses dari awal mula sistem personal berkembang ke sistem sosial dan pada akhirnya berkembang menjadi sistem budaya, jika sistem budaya ini dipertahankan dan terus mengalami perubahan dan perkembangan maka sistem sosial akan bertahan dan juga akan terus mengalami perubahan seperti sistem budaya.
Di dalam buku Sistem Sosial Budaya Indonesia menerangkan bahwa, “Disini pula letaknya hubungan antara sistem budaya dan sistem sosial dengan sistem personalitas (bahkan dengan system fisiologikal, cirri fisik suatu masyarakat walaupun sulit untuk dihubungkan. Lebih lagi jauh melihat uraian dibelakang). Sistem personal tidak saja merupakan produk yang dilahirkan dari dalam dirinya sendiri, akan tetapi juga merupakan suatu produk dari sistem sosial masyarakatnya. Personalitas seseorang dapat pula dijadikan ukuran social (social measure) di dalam menentukan corak maupun suatu warna sistem sosial”.(Dr.Hary Yuswadi,M.A dan Dr.Bustami.R,M.A,2004:12-13).
Saya mencontohkan kebiasaan mengadakan Pengajian di masyarakat tempat tinggal saya, karena proses terjadinya kebiasaan tersebut merupakan gambaran dari keterkaitan antara sistem sosial dan sistem budaya, dan mungkin kebudayaan pengajian ini juga terlihat di berbagai daerah, terutama banyak terlihat didaerah pedesaan.
Tidak terlepas dari kebudayaan atau kebiasaan yang ada di msayarakat tempat tinggal saya, yaitu pengajian, saya juga akan memberikan contoh lain dari keterkaitan antara sistem sosial dan sistem budaya yang juga ada di masyarakat sekitar tempat tinggal saya Rowkangkung Lumajang, yaitu Arisan. Kenapa saya memberikan contoh arisan sebagai keterkaitan antara sistem sosial dan sistem budaya? Karena pada awal terbentuknya acara arisan ini dipelopori oleh satu individu dan didukung oleh individu lain, dan mengalami sistem personal, dan diteruskan oleh sistem sosial dan kemudian lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan dan menjadin suatu system budaya.
Arisan sendiri merupakan kegiatan berkumpul dengan melakukan iuran rutin tiap pertemuan, yang nantinya di setiap pertemuan dilakukan pengocokan (undian) yang disepakati nominalnya dalam forum sebagai bentuk kompensasi atas kehadiran anggotanya. Kompensasi yang diberikan tiap pertemuan dibatasi, dengan tujuan memberikan motivasi pada anggota lainnya untuk hadir kembali pada pertemuan selanjutnya. Bagi yang memperoleh undian, diwajibkan untuk tetap hadir pada pertemuan berikutnya dengan tujuan menyelasaikan iuran wajib tiap pertemuan hingga seluruh anggota mendapatkan undian. Disamping itu pertemuan ini dititikberatkan sebagai ajang silaturahmi.
Arisan juga merupakan forum hiburan dari kebiasaan masyarakat yang melakukan ngerumpi atau ngobrol yang hampir pernah dilakukan oleh seluruh orang. Forum ini pun diadakan secara bergilir sesuai dengan kesepakatan anggotanya. Dan merupakan wadah bagi setiap anggotanya untuk mengekspresikan diri,maksudnya adalah setiap anggotanya bisa memberi pendapat tentang kegiatan apa yang mau dilakukan agar suasana dalam kegiatan arisan sendiri tidak begitu membosankan. Dan sampai saat ini kebiasaan-kebiasaan itu masih terus berlanjut.
Dan untuk lebih memahami dari apa yang berkait antara sistem sosial dan sistem budaya, saya akan memberikan satu contoh terakhir mengenai keterkaitan antara sistem sosial dan sistem budaya, yaitu acara kebudayaan mengadakan jumat legian atau nyekar. Sebagian masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang bertempat tinggal di pedesaan seperti yang ada di daerah saya yaitu desa Rowokangkung, kabupaten Lumajang, dan daerah saya masih memegang tradisi lokal yang kuat. Setiap anggota masyarakat di pedesaan pada umumnya sangat menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun.Bahkan adat istiadat merupakan dasar utama hubungan antar personal atau kelompok.kebiasaan yang ada di wilayah jawa, khususnya di daerah pedesaan, kita banyak melihat sebagian masyarakat desa mengenal yang namanya jumat legi, dan kita juga tidak asing dengan kata-kata itu. Jumat legi terjadi setiap satu bulan sekali, mungkin bagi masyarakat kota sendiri tidak begitu berpengaruh terhadap kehidupannya, sebaliknya bagi masyarakat desa, jumat legi merupakan hari yang sakral bagi mereka, karena pada hari tersebut kegiatan-kegiatan yang religious banyak dilakukan oleh masyarakat setempat seperti halnya menghatamkan Al-Qur’an pada hari itu juga, ada juga yang takziah atau dalam bahasa jawa sendiri disebut “nyekar”, membuat selametan dirumah, dan memberi sesaji di jalan-jalan, terutama di persimpangan jalan, mereka percaya bahwasanya mereka melakukan itu untuk keselematan diri dan keselamatan orang-orang sekitar. Dengan demikian, apabila masyarakat memeluk agama Islam atau budha, maka hukum-hukum lokal juga harus mengikuti agama tersebut yang dipeluk oleh masyarakat meskipun banyak terjadi pencampuran-pencampuran budaya. Salah satu contoh pencampuran-pencampuran budaya yakni di dalam kegiatan jumat legian itu sendiri terdapat bermacam-macam ritual seperti sesaji di jalan,khataman kitab suci,nyekar dll. Dari beberapa ritual tersebut dapat kita simpulkan bahwa, pertama sesaji sendiri merupakan adat peninggalan dari jaman kerajaan dan juga peninggalan dari adat pemeluk agama Budha yang dipersembahkan untuk para dewa dengan memohon agar para dewa melindungi semua pengguna jalan yang ada disekitar tempat sajian tersebut,begitu juga dengan ritual nyekar, ritual tersebut merupakan hasil dari kebiasaan masyarakat primitive yang mulai dari dulu tetap dijalani, nyekar bertujuan untuk mengunjungi sanak keluarga yang sudah meninggal di pemakaman dengan membawa sejumlah bunga serta wangi-wangian serta dikirimi doa untuk keselamatannya di alam sana, mereka meyakini dengan mereka melakukan itu dapat mentemtramkan yang ada di alam kubur itu.
Dari semua contoh diatas merupakan perawalan dari sistem sosial yang terus berkembang menjadi sistem budaya. Dan demikian contoh yang dapat saya sampaikan dalam kaitannya dengan sistem sosial dan sistem budaya, semua itu adalah bentuk kebiasaan yang akhirnya menjadi sebuah kebudayaan, dengan menerapkan prinsip sistem sosial dan sistem kebudayaan.



1 komentar:

  1. Wah terimakasih menarik sekali infonya, untuk info mengenai rumah murah silahkan klk link berikut.

    Info Perumahan Murah Harga Mulai 130 Jutaan

    BalasHapus