wedang angsle khas Lumajang
Saat musim hujan seperti ini enaknya menghirup minuman
hangat dan manis. Seperti wedang khas Jawa Timur ini.Angsle, wedang yang
terbuat dari santan, gula, ketan, kacang hijau dan roti ini memang benar-benar
mantap jika disajikan saat suasana dingin. Rasanya yang tidak terlalu manis dan
tidak berat, ditambah lagi dengan rasa rotinya yang lembut membuat beberapa orang
menggemarinya. Lumajang khususnya, menempatkan angsle sebagai makanan yang
banyak digemari oleh berbagai kalangan, Dari usia muda hingga tua.
Di beberapa tempat jajanan di Lumajang, banyak ditemui
penjual angsle dengan citarasa yang berbeda. Misalnya angsle dengan tambahan
Petulo dan jahe di dalamnya atau angsle dengan tambahan buah nangka misalnya,
tapi ada pula angsle original (konon angsle hanya memakai vanili dan santan
tanpa jahe di dalamnya) yang peminatnya tak kalah banyak dengan angsle bercitarasa
lainnya. Seperti di LSS (Lesehan Stadion Semeru), salah satu pusat kuliner di
Lumajang yang bertempat tepat di depan Taman makam pahlawan, tepatnya di salah
stand sebelah utara.
Di tempat ini angsle dibandrol dengan harga yang relatif
murah, 3.500/ porsi. Dengan hanya merogoh kocek sedikit Anda sudah bisa
menikmati angsle original yang rasanya bikin kangen. Stand ini dibuka
mulai jam 18.30 wib sampai 22.00 wib. Bagi yang merasa tidak kenyang hanya
dengan memakan angsle, jangan khawatir di sana juga menyediakan Rujak dan Tahu
campur yang rasanya dijamin tidak mengecewakan. Hayyukk..siapa yang mau coba?
Pada bulan April 2010 yang lalu kami ( Cahaya Baru Shooting
) mendapat kontak dari H. Ghofar ( Pemilik CV Manfaat Record Lumajang )
untuk membuat rekaman tentang salah satu kesenian asli Lumajang yaitu kesenian
Glipang. Saya yang memang bukan asli Lumajang, dan baru pertama kali ini
mendengar nama kesenian ini, tanpa ba..bi..bu.. langsung menerima tawaran
tersebut.
Baru sekarang aku posting karena dulu memang masih
belum punya blog dan postingan ini untuk menjawab penantian dari teman -
teman facebook yang bergabung dalam group " Semangat 10.000
facebooker melestarikan kesenian Glipang Lumajang " yang di kelola
oleh Mama Iin ( Nyonya Martho,S.Pd ). Kaset CD sudah beredar di Lumajang,
Jember, Situbondo, Bondowoso, Probolinggo bahkan sampai ke Madura. Dalam album
tersebut kesenian Glipang Lumajang di kemas menjadi 6 Tarian
1. Remo Terbang Glipang
2. Rudad Terbang Glipang
3. Terbang Glipang Ngarak
4. Loro Pangkon Terbang Glipang
5. Tari Koncar Terbang Glipang
6. Gebyar Terbang Glipang
KEBIASAAN MASYARAKAT ROWOKANGKUNG-LUMAJANG DENGAN
KETERKAITAN SISTEM BUDAYA DAN SOSIAL
Kita mengetahui bahwa sistem sosial dan sistem budaya
merupakan suatu bentuk satu kesatuan yang erat, dan tidak dapat terpisahkan,
oleh karenanya sistem-sistem ini merupakan wadah dari pencerminan masyarakat.
Masyarakat sendiri tidak dapat terpisahkan dari apa yang namanya sistem sosial
budaya, karena pada hakekatnya masyarakat lahir juga karena adanya suatu sistem
sosial budaya, dan juga masyarakat belum dikatakan sebagai masyarakat jika
masyarakat tersebut tidak mempunyai suatu sistem, baik sistem sosial maupun
sistem budaya.
sistem sendiri adalah suatu bentuk dari berbagai komponen yang membentuk suatu
keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Di Indonesia sendiri tidak lepas dari yang namanya sistem
kebudayaan, dan sosial, karena di Negara kita tercinta ini sosial budaya kita
sangatlah beragam, mulai dari sabang sampai diujung timur sendiri adalah
merauke, Negara kita mempunyai banyak sekali kebudayaan-kebudayaan serta
sistem-sistem sosial yang ada. Sistem sosial merupakan sistem yang ada pada
masyarakat tentang tingkah laku individu satu dengan individu yang lainnya, dan
juga sistem social merupakan sistem yang sangat kompleks yang ada dimasyarakat
karena pada dasarnya sistem sosial membentuk adanya sistem budaya, karena
tingkah laku tersebut dilakukan dengan cara terus-menerus sampai diturunkan ke
anak cucu, sehingga tingkah laku itu akan menjadi budaya tersendiri bagi
masyarakat yang bersangkutan.
Disini saya mencoba untuk mengkaitkan antara system sosial
dan sistem budaya di wilayah pedesaan secara umum, dan secara khusus untuk
wilayah tempat tinggal saya.
sistem sosial dan sistem budaya, bila dikaitkan sangatlah erat hubungannya,
karena dimana sistem sosial memelihara sistem budaya, dan juga sistem budaya
ber-abstraksi dengan sistem sosial, dan sistem sosial ber-konkritisasi dengan
sistem budaya, begitu seterusnya, ini merupakan siklus dari apa yang dinamakan
keterkaitan antara sistem sosial dan sistem budaya. Sistem budaya dan sistem
sosial ini tidak dapat dipisahkan dalam membicarakan suatu sistem di
masyarakat. Dan jika salah satu sistem dihilanghkan, maka yang namanya
kebudayaan tidak akan muncul.
Saya akan memberikan contoh satu persatu yang cukup konkret
dalam kaitan antara sistem sosial dan sistem budaya di dalam masyarakat
pedesaan, khususnya di daerah saya sendiri yaitu desa Rowokangkung kabupaten
Lumajang, disana memang tidak ada kebudayaan khusus, namun ada berbagai
kebudayaan yang turun temurun. Saya akan mencontohkan pengajian. Di Indonesia
sebagaian besar berpenduduk muslim. Dalam kesehariannya, mudah sekali ditemui
kegiatan masyarakat berupa pengajian, yang kemudian dilakukan secara terus
menerus dan berkesinambungan. Pengajian seringkali didapat pada kumpulan
masyarakat di kota ataupun desa seperti di perumahan, desa, bahkan di kantor. Bentuk
pengajian ini didasari akan kebutuhan masyarakat berupa kebutuhan rohani dan
batin, walaupun tidak ada bentuk timbal balikyang diterima berupa imbalan,
gaji, ataupun sekedar dalam bentuk materi secara nyata, ternyata acara ini
cukup diminati dan dihadiri oleh pesertanya. Pengajian sendiri adalah
bentuk kebudayaan dari masyarakat Indonesia, khususnya untuk masyarakat
tradisional, dan pengajian sendiri terjadi atas dasar motivasi dari individu
satu, dan akhirnya direspon oleh individu lain, sehingga awal dari pengajian
ini adalah hasil pemikiran individual, dan menjadi sistem personal, dan sistem
personal ini sering kali dikaitkan dengan sistem sosial, karena keduanya
berkaitan dengan manusia sebagai mahluk sosial, dengan tingkah laku personal
atau tingkah laku pribadi manusia ini dapat merangsang individu lain
mengikutinya, dengan berjalannya waktu. Akhirnya terbentuklah pengajian sebagai
bentuk sosial yang pada mulanya merupakan sistem personal, dan sekarang menjadi
sistem sosial karena pengajian muncul akibat dari adanya tata
hubungan yang kompleks antar manusia satu dengan manusia lainnya, pengajian
terus mengalami dinamika-dinamika secara berkesinambungan seiring dengan
berkembangnya suatu masyarakat, namun pada dewasa ini, pengajian kebanyakan dilakukan
di desa-desa, dan di kota sendiri sudah jarang masyarakat yang melakukan
kebiasaan ini.
Kita kembali pada pokok bahasan yaitu untuk memberikan
contoh tentang adanya sistem sosial dan sistem budaya tepatnya didaerah
pedesaan, dan saya mengambil sample dari daerah saya sendiri. Di daerah saya
tepatnya di Rowokangkung kabupaten Lumajang, disana kebiasaan untuk mengadakan
acara pengajian masih sangat rutin. Terlebih lagi pengajian tersebut diadakan
setiap seminggu sekali, yaitu pada hari kamis, hal ini merupakan kebiasaan
masyarakat sekitar dan sudah menjadi system social, dengan adanya pengajian
yang sudah menjadi system social ini, lama kelamaan akan terwujud suatu
kebudayaan baru yaitu pengajian tersebut. Hal ini juga merupakan sebuah proses
dari awal mula sistem personal berkembang ke sistem sosial dan pada akhirnya
berkembang menjadi sistem budaya, jika sistem budaya ini dipertahankan dan
terus mengalami perubahan dan perkembangan maka sistem sosial akan bertahan dan
juga akan terus mengalami perubahan seperti sistem budaya.
Di dalam buku Sistem Sosial Budaya Indonesia menerangkan
bahwa, “Disini pula letaknya hubungan antara sistem budaya dan sistem sosial
dengan sistem personalitas (bahkan dengan system fisiologikal, cirri fisik
suatu masyarakat walaupun sulit untuk dihubungkan. Lebih lagi jauh melihat
uraian dibelakang). Sistem personal tidak saja merupakan produk yang dilahirkan
dari dalam dirinya sendiri, akan tetapi juga merupakan suatu produk dari sistem
sosial masyarakatnya. Personalitas seseorang dapat pula dijadikan ukuran social
(social measure) di dalam menentukan corak maupun suatu warna sistem
sosial”.(Dr.Hary Yuswadi,M.A dan Dr.Bustami.R,M.A,2004:12-13).
Saya mencontohkan kebiasaan mengadakan Pengajian di
masyarakat tempat tinggal saya, karena proses terjadinya kebiasaan tersebut
merupakan gambaran dari keterkaitan antara sistem sosial dan sistem budaya, dan
mungkin kebudayaan pengajian ini juga terlihat di berbagai daerah, terutama
banyak terlihat didaerah pedesaan.
Tidak terlepas dari kebudayaan atau kebiasaan yang ada di
msayarakat tempat tinggal saya, yaitu pengajian, saya juga akan memberikan
contoh lain dari keterkaitan antara sistem sosial dan sistem budaya yang juga
ada di masyarakat sekitar tempat tinggal saya Rowkangkung Lumajang, yaitu
Arisan. Kenapa saya memberikan contoh arisan sebagai keterkaitan antara sistem
sosial dan sistem budaya? Karena pada awal terbentuknya acara arisan ini
dipelopori oleh satu individu dan didukung oleh individu lain, dan mengalami
sistem personal, dan diteruskan oleh sistem sosial dan kemudian lama kelamaan
menjadi suatu kebiasaan dan menjadin suatu system budaya.
Arisan sendiri merupakan kegiatan berkumpul dengan
melakukan iuran rutin tiap pertemuan, yang nantinya di setiap pertemuan
dilakukan pengocokan (undian) yang disepakati nominalnya dalam forum
sebagai bentuk kompensasi atas kehadiran anggotanya. Kompensasi yang diberikan
tiap pertemuan dibatasi, dengan tujuan memberikan motivasi pada anggota lainnya
untuk hadir kembali pada pertemuan selanjutnya. Bagi yang memperoleh undian,
diwajibkan untuk tetap hadir pada pertemuan berikutnya dengan tujuan
menyelasaikan iuran wajib tiap pertemuan hingga seluruh anggota mendapatkan
undian. Disamping itu pertemuan ini dititikberatkan sebagai ajang silaturahmi.
Arisan juga merupakan forum hiburan dari kebiasaan
masyarakat yang melakukan ngerumpi atau ngobrol yang hampir
pernah dilakukan oleh seluruh orang. Forum ini pun diadakan secara bergilir
sesuai dengan kesepakatan anggotanya. Dan merupakan wadah bagi setiap
anggotanya untuk mengekspresikan diri,maksudnya adalah setiap anggotanya bisa
memberi pendapat tentang kegiatan apa yang mau dilakukan agar suasana dalam
kegiatan arisan sendiri tidak begitu membosankan. Dan sampai saat ini
kebiasaan-kebiasaan itu masih terus berlanjut.
Dan untuk lebih memahami dari apa yang berkait antara sistem
sosial dan sistem budaya, saya akan memberikan satu contoh terakhir mengenai
keterkaitan antara sistem sosial dan sistem budaya, yaitu acara kebudayaan
mengadakan jumat legian atau nyekar. Sebagian masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
yang bertempat tinggal di pedesaan seperti yang ada di daerah saya yaitu desa
Rowokangkung, kabupaten Lumajang, dan daerah saya masih memegang tradisi
lokal yang kuat. Setiap anggota masyarakat di pedesaan pada umumnya sangat
menghormati adat istiadat yang diwariskan oleh nenek moyang secara turun
temurun.Bahkan adat istiadat merupakan dasar utama hubungan antar personal
atau kelompok.kebiasaan yang ada di wilayah jawa, khususnya di daerah pedesaan,
kita banyak melihat sebagian masyarakat desa mengenal yang namanya jumat legi,
dan kita juga tidak asing dengan kata-kata itu. Jumat legi terjadi setiap satu
bulan sekali, mungkin bagi masyarakat kota sendiri tidak begitu berpengaruh
terhadap kehidupannya, sebaliknya bagi masyarakat desa, jumat legi merupakan
hari yang sakral bagi mereka, karena pada hari tersebut kegiatan-kegiatan yang
religious banyak dilakukan oleh masyarakat setempat seperti halnya menghatamkan
Al-Qur’an pada hari itu juga, ada juga yang takziah atau dalam bahasa jawa
sendiri disebut “nyekar”, membuat selametan dirumah, dan memberi sesaji di
jalan-jalan, terutama di persimpangan jalan, mereka percaya bahwasanya mereka
melakukan itu untuk keselematan diri dan keselamatan orang-orang sekitar.
Dengan demikian, apabila masyarakat memeluk agama Islam atau budha, maka
hukum-hukum lokal juga harus mengikuti agama tersebut yang dipeluk oleh
masyarakat meskipun banyak terjadi pencampuran-pencampuran budaya. Salah satu
contoh pencampuran-pencampuran budaya yakni di dalam kegiatan jumat legian itu
sendiri terdapat bermacam-macam ritual seperti sesaji di jalan,khataman kitab
suci,nyekar dll. Dari beberapa ritual tersebut dapat kita simpulkan bahwa,
pertama sesaji sendiri merupakan adat peninggalan dari jaman kerajaan dan juga
peninggalan dari adat pemeluk agama Budha yang dipersembahkan untuk para dewa
dengan memohon agar para dewa melindungi semua pengguna jalan yang ada
disekitar tempat sajian tersebut,begitu juga dengan ritual nyekar, ritual tersebut
merupakan hasil dari kebiasaan masyarakat primitive yang mulai dari dulu tetap
dijalani, nyekar bertujuan untuk mengunjungi sanak keluarga yang sudah
meninggal di pemakaman dengan membawa sejumlah bunga serta wangi-wangian serta
dikirimi doa untuk keselamatannya di alam sana, mereka meyakini dengan mereka
melakukan itu dapat mentemtramkan yang ada di alam kubur itu.
Dari semua contoh diatas merupakan perawalan dari sistem
sosial yang terus berkembang menjadi sistem budaya. Dan demikian contoh yang
dapat saya sampaikan dalam kaitannya dengan sistem sosial dan sistem budaya,
semua itu adalah bentuk kebiasaan yang akhirnya menjadi sebuah kebudayaan,
dengan menerapkan prinsip sistem sosial dan sistem kebudayaan.
Wah terimakasih menarik sekali infonya, untuk info mengenai rumah murah silahkan klk link berikut.
BalasHapusInfo Perumahan Murah Harga Mulai 130 Jutaan